Jakarta – Di tengah meningkatnya eskalasi konflik global, perubahan iklim geopolitik, serta keterbatasan mobilitas fisik akibat pandemi atau kondisi keamanan, urgensi pembentukan Pusat Studi Resolusi Konflik Jarak Jauh (Remote Conflict Resolution Study Center) semakin mengemuka. Para akademisi, praktisi perdamaian, dan pemangku kepentingan internasional menyerukan perlunya pengembangan pendekatan baru dalam memahami dan menyelesaikan konflik melalui sarana digital dan riset jarak jauh.
Konflik yang terjadi di berbagai wilayah, mulai dari krisis kemanusiaan di Timur Tengah, ketegangan perbatasan di Asia Tenggara, hingga konflik sosial-politik di Afrika, menuntut respons yang cepat dan berbasis data. Namun, keterbatasan akses langsung ke wilayah konflik seringkali menghambat proses mediasi dan resolusi. Dalam kondisi inilah kehadiran Pusat Studi Resolusi Konflik Jarak Jauh menjadi sangat penting.
“Pemantauan konflik, analisis pola kekerasan, serta penyusunan strategi perdamaian tidak harus selalu dilakukan di lokasi. Dengan dukungan teknologi, riset dan intervensi bisa dilakukan dari jarak jauh secara real-time,” ujar Dr. Lestari Widodo, pakar hubungan internasional Universitas Global Nusantara.
Pusat studi ini diharapkan dapat memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan, pemetaan geospasial, serta analisis big data untuk memantau perkembangan konflik secara akurat. Selain itu, pusat ini juga dapat menjadi wadah pelatihan diplomasi digital bagi para mediator muda, serta menjembatani kerja sama antara lembaga internasional, LSM, dan akademisi.
Menurut data dari International Crisis Group, lebih dari 60% konflik yang sedang berlangsung saat ini terjadi di wilayah dengan risiko tinggi bagi akses fisik. Oleh karena itu, solusi berbasis jarak jauh menjadi alternatif strategis yang tidak hanya efektif, tetapi juga aman dan efisien.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menyambut baik gagasan ini. “Indonesia punya potensi besar menjadi pelopor dalam diplomasi damai berbasis digital. Kehadiran pusat studi semacam ini akan memperkuat posisi kita sebagai negara yang proaktif dalam menjaga perdamaian dunia,” tegas Dirjen Kerja Sama Multilateral, Andi Saputra.
Dengan semakin kompleksnya tantangan global, transformasi pendekatan resolusi konflik menjadi kebutuhan mendesak. Pusat Studi Resolusi Konflik Jarak Jauh bukan sekadar respons terhadap keterbatasan, tetapi juga peluang untuk membentuk paradigma baru dalam menjaga perdamaian dunia secara inklusif, cepat, dan berbasis teknologi.
